Excalibur
Info
Selamat datang di blog Roy Lichtenstein- saya senang Anda berada di sini, dan berharap Anda sering datang kembali. Silakan Berlama - Lama di sini dan membaca lebih lanjut tentang artikel yang saya susun. Ada banyak hal dapat anda pelajari, Anda mungkin akan menemukan sesuatu yang menarik

Nama saya Roy Lichtenstein, Saya Bukan Seorang Blogger, Desainer atau Apapun Tapi Saya Hanya Seseorang Yang Ingin Selalu Belajar dan Ingin Tahu Sesuatu Yang Baru...

Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Social Icons

Keluarga Hadiah Taqwa Tidak Mengenal Status Sosial, Dan Anugrah Anak Shaleh Itu Perjuangan



Namanya pak Salim. Ia lebih dikenal orang-orang daerah itu Salim Tempe. Karena ia seorang penjual tempe. Waktu subuh, Maghrib dan Isya, sudah dipastikan ia ada di mushola kampung itu. Sebab ia lebih sering ditunjuk untuk menjadi imam sholat. Walaupun ia sendiri bukanlah imam tetap mushola tersebut.

Namun, walaupun ia orang biasa-biasa saja, bukan ustadz bukan kyai, bukan alumni pesantren apalagi lulusan perguruan tinggi Islam, akan tetapi ada beberapa hal yang membuat beliau ini jadi luar biasa. Paling tidak menurut saya. Dan anehnya, oleh masyarakat sekitar dianggap sesuatu yang tidak umum dan wajar. Memang di zaman ini, jika ada seseorang yang ingin mencoba menerapkan Islam dalam kehidupan sehari-hari dianggapnya sebuah keanehan.

Dia selama hidupnya, tidak pernah menyimpan uang di sebuah tempat yang bernama bank konvensional. Sebab ia juga takut, bunga yang ada di dalam lembaga keuangan itu termasuk dalam riba. Sedang ia tahu bahwa riba itu dosa. Ia punya pendapat lebih baik menyimpan uangnya di bawah bantal atau di bawah tikar tidur. Sehingga ketika anaknya dari luar negri mengirimkan uang, ia cepat-cepat mengambilnya, ia takut jadi berbunga-bunga. Ia menggunakan bank sebagai alat transfer saja.

Dia seorang ayah seorang teman yang dalam kehidupan kesehariannya sangat hati-hati terhadap apa yang ia kerjakan. Apa yang ia lakukan selalu berpedoman kepada suatu kalimat yang ia pegang: "Allah ridla apa tidak dengan tindakan saya?"

Terus terang saya mengaguminya. Saya ingin menirunya. Namun betapa berat saya mencoba mengikuti langkah-langkahnya. Bicaranya yang sederhana. Penjagaannya
terhadap mata dan telinganya dari sesuatu yang mendatangkan dosa. Sampai-sampai sesuatu yang sangat sederhanapun, ia selalu mengingat bagaimana cara Nabi melakukannya.

Suatu saat saya bertanya padanya. Kenapa engkau bisa seperti itu? Dia menjawab enteng. " Yaa, ini semua bukanlah karena saya, mungkin karena doa orang tua saya." Saya hanya mengangguk-angguk. Saya jadi mempunyai sebuah dugaan, barangkali amalan orang tua itulah yang membuat teman saya sangat kuat memegang rambu-rambu agama. Saya tidak sedang mengkultuskan keturunan, tapi sikap kehati-hatian orang tua terhadap hukum-hukum Allah, ternyata sangat menentukan keturunannya.

Dan sejarah mencatat juga, ada seorang perempuan penjual susu. Setiap kali mencampur susu dengan air ia sangat hati-hati. Bahkan setelah mengingat bahwa
kelak semua yang dilakukan manusia, akan dihisab, ia mengurungkan untuk mencampur susu itu dengan berlebihan. Ia takut susu itu hilang kemurniannya. Sehingga dapat membohongi si pembeli. Dan dengan sikap kehati-hatian perempuan itulah, Allah mengaruniakan seorang anak shaleh. Yang ahirnya ketika tumbuh besar menjadi sosok yang luar biasa. Sosok itu adalah Umar bin Abdul Aziz. Siapa tak kenal khalifah zuhud ini?

Akhirnya, suatu saat saya bertanya kepada diri sendiri. Mampukan saya menjaga kehati-hatian terhadap sesuatu yang sederhana, tapi ternyata betapa besar nilainya di hadapan Allah SWT? Dan mampukah saya bertindak seperti mereka demi menghasilkan anak yang shaleh, sebagai investasi abadi?

0 comments:

Post a Comment

Berikan Komentar Anda Dibawah Sini Jika Belum Punya Akun Google/Blogger Anda Bisa Pilih Anonymous